Jakarta - Arab Today
Pemberontak dengan tuntutan kemerdekaan atas wilayah masyarakat berbahasa Inggris dilaporkan membunuh empat petugas keamanan dan memperburuk keadaan pada Senin (18/12), demikian pengumuman Pemerintah Kamerun, yang kebanyakan berbahasa Prancis.
Beberapa pemberontak juga dilaporkan tewas oleh pasukan keamanan dalam aksi bentrokan berikutnya.
Penindasan oleh pemerintahan Presiden Paul Biya terhadap unjuk rasa, yang pada awalnya berlangsung damai setahun lalu dan digelar pegiat masyarakat berbahasa Inggris terkait perumusan pemahaman sosial dan peningkatan kesenjangan ekonomi, telah memicu pemberontakan kelompok bersenjata melawan Yaounde.
Pemberontak itu melancarkan serangkaian serangan mematikan terhadap polisi dan tentara Kamerun dalam beberapa pekan belakangan ini, sehingga memicu pihak berwenang meningkatkan tindakan keras balik.
Serangkaian serangan yang dilancarkan oleh pemberontak juga telah menewaskan puluhan orang warga.
Issa Tchiroma Bakary, juru bicara Pemerintah Kamerun, mengatakan bahwa serangan para pemberontak telah menewaskan empat petugas keamanan pada Senin, di Kota Kembong, Divisi Manyu.
Perwakilan pihak pemberontak tidak dapat segera dihubungi untuk dimintai tanggapannya, demikian laporan kantor berita Reuters..
Divisi Manyu, wilayah dengan hutan khatulistiwanya yang lebat di sepanjang perbatasan Kamerun dengan Nigeria, telah menjadi lokasi pusat pemberontakan sejak gerilyawan melancarkan serangkaian serangan terhadap pasukan keamanan di sejumlah desa sekitar.
Kekerasan di kawasan tersebut telah memicu peningkatan krisis pengungsi. Sedikit-dikitnya 7.500 orang telah menyeberang ke Nigeria sejak 1 Oktober, ketika para gerilyawan memproklamirkan sebuah negara merdeka yang disebut Ambazonia.
Perpecahan akibat perbedaan bahasa di Kamerun bermula pada akhir Perang Dunia Pertama, ketika penjajah Kamerun saat itu, Jerman, menyerahkan wilayah jajahannya kepada sekutu pemenang Perancis dan Inggris.
Daerah berbahasa Inggris bergabung dengan daerah berbahasa Prancis setelah Republik Kamerun memproklamirkan kemerdekaannya pada 1960.
Sejak saat itu, unsur berbahasa Prancis memegang kendali utama politik di negara tersebut.
Kemelut telah lama terjadi, namun kekerasan semakin mengkhawatirkan dalam beberapa waktu belakangan dan menjadi tantangan berat pemerintahan Presiden Biya, yang telah berkuasa 35 tahun. Pria 84 tahun itu diperkirakan mencalonkan diri kembali dalam pemilihan umum 2018
Source: ANTARA